RSS
Hello! Welcome to this blog. You can replace this welcome note thru Layout->Edit Html. Hope you like this nice template converted from wordpress to blogger.

Ayat-ayat Cinta


Dunia perfilman Indonesia kembali diramaikan dengan film bernuansa religi. Judul film tersebut adalah "Ayat-Ayat Cinta". Sebagaimana judulnya, film ini diangkat dari sebuah novel yang sangat terkenal yaitu "Ayat-Ayat Cinta". Novel tersebut tidak hanya terkenal di Indonesia, tapi juga di negara tetangga, Malaysia. Sudah banyak yang memberikan komentar, baik negatif maupun positif, mengenai kehadiran film Ayat-Ayat Cinta tersebut. Setelah melihat filmnya, saya juga mau beri komentar. Dan karena komentar tentang film AAC ini sudah banyak, khususnya di dunia maya, saya mau komentar yang singkat saja.


Banyak yang berkomentar bahwa Film Ayat-Ayat Cinta (AAC) tidak sebagus dengan versi novelnya. Bagi mereka yang sudah betul-betul menghayati kisah yang ada di novel AAC, biasanya akan merasa bahwa film tersebut melenceng dari kisah AAC yang ada di novel. Namun ada juga yang memberikan apresiasi positif mengenai kehadiran film AAC. Dan pada kenyataannya, ketika diputar di bioskop-bioskop Indonesia, film AAC bisa dibilang cukup menarik perhatian banyak penonton bioskop. Bahkan sebelum resmi diputar di bioskop, tidak sedikit yang menantikannya. Teman saya dari negeri jiran Malaysia sudah menanyakan film tersebut sebelum peluncurannya.

Komentar saya, film AAC merupakan salah satu bentuk dari pertemuan antara idealisme dengan realitas. Novel AAC sarat dengan nilai-nilai idealisme dan nilai-nilai religi. Penggarapan novel AAC yang tidak melibatkan begitu banyak pihak, membuat nilai-nilai idealismenya begitu nyata. Bahkan novel AAC sendiri disebut sebagai "Novel Pembangun Jiwa", menunjukkan nilai idealisme yang sedang diusung. Sedangkan film AAC digarap oleh berbagai pihak, mulai dari sutradara, perusahaan produksi perfilman, artis, dll. Selain itu masih ada lagi yang namanya sponsor, pasar, dan sebagainya. Ada lagi yang namanya motif dan orientasi. Di luar sana ada yang bermotif bisnis, ada yang bermotif pendidikan, ada yang bermotif prestise, ada yang bermotif pamor, ada yang berorientasi pasar, dsb. Itulah yang saya sebut dengan realitas. Dan pada kenyataannya, realitas -realitas tersebut belum banyak yang memiliki nilai idealisme. Jadi ketika novel AAC yang mewakili idealisme bertemu dengan realitas tadi, maka hasilnya adalah film AAC yang kita tonton itu.


Sang Pemimpi

Film Sang Pemimpi sendiri berlatar di Manggar, Tanjung Pandan, Jakarta, dan Bogor. Menghabiskan dana 11 milyar, film ini diharapkan mengikuti kesuksesan kakaknya yang mampu menarik lebih dari empat juta penonton di akhir tahun 2008. Film ini tetap digawangi oleh duo ikal yang lain, Riri Riza (sutradara) dan Mira Lesmana (produser).

Jika di Laskar Pelangi, duo artis Cut Mini dan Tora Sudiro mengisi cerita, maka di Sang Pemimpi justru didominasi duo penyanyi, Nugie si Burung Gereja (Pak Baila) dan Nazril Ilham (Arai dewasa). Nama terakhir adalah nama asli vokalis band papan atas Indonesia, Ariel Peterpan. Alasan Mira menggunakan nama asli Ariel ketimbang nama panggungnya adalah karena di sini Ariel bertindak sebagai pelakon, bukan penyanyi.

Ketiga pemeran utama yang akan mendominasi cerita film ini diperankan oleh pemuda asli Belitong, Vikri Setiawan (Ikal), Rendy Ahmad (Arai), dan Azwir Fitrianto (Jimbron). Sementara Ikal kecil dan Ikal dewasa masih akan diperankan pemeran yang sama di Laskar Pelangi, Zulfani dan aktor watak Lukman Sardi.

Eiffel I'm in Love


Ceritanya berawal dari kehidupan Tita sebagai remaja bisa dibilang sempurna. Ia tinggal dengan keluarga yang harmonis. Pacarnya yang bernama Ergi adalah orang yang baik sangat sabar dan perhatian, dan teman-temannya sangat baik. Yang ia keluhkan hanyalah sang ibu yang sangat protektif, yang tidak memperbolehkan dia untuk pacaran. Tapi semua itu berubah secara drastis sejak kamar tamu yang berada disebelah kamar Tita ditempati Adit, anak dari teman ayahnya.
Sifat Adit yang angkuh, judes, dan cuek membuat Tita sangat kesal. Apalagi wajahnya yang tampan menarik semua simpati orang. Dan mau tak mau Tita harus menerima kenyataan bahwa kedua orantuanya menjodohkan mereka berdua. Disisi lain Tita mengetahui kalau Egi pacarnya berselingkuh, dan akhirnya Tita pun memutuskan Egi
Semua bagaikan mimpi buruk bagi Tita. Dan mimpi itu bertambah buruk ketika Tita menyadari perasaannnya pada Adit berubah 180 derajat disaat Adit sudah berpacaran dengan Uni, sahabat terdekat Tita. Dan saat liburan adit telah selesai, dia pun balik ke paris.
Sepeninggal Adit, Tita merasa kesepian, dan dua hari sebelum valentine Tita bersama keluarga pergi ke paris untuk menemui keluarga Adit. Dan pada tanggal 14 februari Adit menyatakan cintanya kepada Tita di bawah menara Eiffel.

Garuda di Dadaku

Sinopsis Film Garuda di Dadaku : Bayu, yang masih duduk di kelas 6 Sekolah Dasar, memiliki satu mimpi dalam hidupnya: menjadi pemain sepak bola hebat. Setiap hari dengan penuh semangat, ia menggiring bola menyusuri gang-gang di sekitar rumahnya sambil mendribble bola untuk sampai ke lapangan bulu tangkis dan berlatih sendiri di sana. Heri, sahabat Bayu penggila bola, sangat yakin akan kemampuan dan bakat Bayu. Dialah motivator dan “pelatih” cerdas yang meyakinkan Bayu agar mau ikut seleksi untuk masuk Tim Nasional U-13 yang nantinya akan mewakili Indonesia berlaga di arena internasional. Namun Pak Usman, kakek Bayu, sangat menentang impian Bayu karena baginya menjadi pemain sepak bola identik dengan hidup miskin dan tidak punya masa depan.

Dibantu teman baru bernama Zahra yang misterius, Bayu dan Heri harus mencari-cari berbagai alasan agar Bayu dapat terus berlatih sepak bola. Tetapi hambatan demi hambatan terus menghadang mimpi Bayu, dan bahkan persahabatan tiga anak itu terancam putus. Terlalu mulukkah impian Bayu untuk menjadi pemain sepak bola yang hebat?

Pemain : Emir Mahira, Aldo Tansani, Marsha Aruan, Ikranagara, Maudy Koesnaedi, Ary Sihasale, Ramzi

Ketika Cinta Bertasbih

Setelah beberapa saat yang lalu, film Ayat-ayat Cinta dan Laskar Pelangi membooming di kancah perfilman nusantara, diprediksi film “Ketika Cinta Bertasbih” siap menyaingi kedua film tersebut. Film yang di adopsi dari sebuah novel karangan Habiburrahman El-Shirazy ini disutradarai oleh Chaerul Umam yang digarap bersama Sinemart Studio. Nama Chaerul Umam mungkin masih asing di kalangan generasi muda saat ini, karena sudah lebih dari 10 tahun beliau ini fakum untuk menjadi sutradara

Dalam rilis website resmi “Ketika Cinta Bertasbih”, film ini akan dirilis pada pada tanggal 11 Juni 2009. Sayang sekali, para Seveners saat itu sedang Ujian Semester. Tapi tidak apa-apa, setelh ujianpun film masih akan di putar di bioskop.

Film ini didukung oleh belasan artis senior papan atas, seperti Deddy Mizwar, Didi Petet, Slamet Rahardjo, Ninik L Karim, Nungki Kusumastuti, bahkan sastrawan-Taufik Ismail pun muncul sebagai cameo. Ilustrasi musik dan soundtrack ditangani oleh Melly Goeslaw dan Anto Hoed. Krisdayanti pun tampil sebagai salah satu pengisi album soundtrack film Ketika Cinta Bertasbih.

Seluruh setting dalam novel dihidupkan dengan pengambilan gambar dari lokasi sebenarnya di Kairo-Mesir. Termasuk KBRI di Mesir, Sungai Nil, bahkan Universitas Al Azhar yang selama ini tidak memperbolehkan film asing melakukan syuting di lokasi tersebut. Separuh mahasiswa Indonesia asli yang menimba ilmu di Universitas Al Azhar Kairo-Mesir juga terlibat dalam proses pembuatannya.

Lalu apakah pengambilan gambar di mesir dapat berjalan dengan lancar? “Soal izin,pemerintah Mesir memang cukup cerewet. Tidak sembarang tempat boleh difoto, apalagi difilmkan. Bahkan, saat tiba di Cairo International Airport pun kru film KCB sedikit mendapat kendala karena membawa kamera video.” di tuliskan di diari Ketika Cinta Bertasbih.

Di lansir Koran Seveners dari Antara News, bahwa film Ketika Cinta Bertasbih ini adalah salah satu film dari 19 film yang akan mewakili Indonesia pada ajang festival film internasional bergengsi “Cannes” di Perancis 13-23 Mei 2009.

Sinopsis


Abdullah Khairul Azzam pemuda tampan dan cerdas dari sebuah desa di Jawa Tengah. Dari kecil, Azzam sudah terlihat sebagai anak yang sangat baik budi pekertinya. Atas usahanya yang gigih dia berhasil memperoleh bea siswa untuk belajar di Al Azhar Mesir selepas menamatkan Aliyah di desanya.

Baru setahun di Kairo dan menjadi mahasiswa berprestasi peraih predikat Jayyid Jiddan (Lulus dengan Sempurna), ayahnya meninggal dunia. Sebagai anak tertua Azzam mau tidak mau harus bertanggung jawab atas kehidupan keluarganya, dikarenakan adiknya masih kecil-kecil. Sementara itu, dia sendiri harus menyelesaikan studinya di Negara orang. Akhirnya dia mulai membagi waktu untuk belajar dan mencari nafkah. Ia mulai membuat tempe dan bakso yang ia pasarkan di lingkungan KBRI dia Kairo. Berkat keahlian dan keuletannya dalam memasak, Azzam menjadi populer dan dekat dengan kalangan staf KBRI di Cairo. Tapi hal itu berimbas pada kuliah Azzam, sudah 9 tahun berlalu, ia belum juga menyelesaikan kuliahnya.

Seringnya Azzam mendapatkan job di KBRI Cairo mempertemukan ia dengan Puteri Duta Besar, Eliana Pramesthi Alam. Eliana adalah lulusan EHESS Perancis yang melanjutkan S-2 nya di American University in Cairo. Selain cerdas, Eliana juga terkenal di kalangan mahasiswa karena kecantikannya. Ia bahkan pernah diminta main di salah satu film produksi Hollywood, juga untuk Film layar lebar dan Sinetron di Jakarta.

Segudang prestasi dan juga kecantikan Eliana membuat Azzam menaruh hati pada Eliana. Tetapi Azzam urung menjalin hubungan lebih dekat dengan Eliana, karena selain sifat dan kehidupannya yang sedikit bertolak belakang dengan Azzam, juga karena nasihat dari Pak Ali, supir KBRI yang sangat dekat dengan keluarga Eliana.

Apa yang dikatakan Pak Ali cukup terngiang-ngiang di benaknya, bahwa ada seorang gadis yang lebih cocok untuk Azzam. Azzam disarankan untuk buru-buru mengkhitbah (melamar) seorang mahasiswa cantik yang tak kalah cerdasnya dengan Eliana. Dia bernama Anna Althafunnisa, S-1 dari Kuliyyatul Banaat di Alexandria dan sedang mengambil S-2 di Kuliyyatul Banaat Al Azhar – Cairo, yang juga menguasai bahasa Inggris, Arab dan Mandarin. menurut Pak Ali, kelebihan Anna dari Eliana adalah bahwa Anna memakai jilbab dan sholehah, bapaknya seorang Kiai Pesantren bernama Kiai Luthfi Hakim.

Ada keinginan Khaerul Azzam untuk menghkhitbah Anna walaupun ia belum pernah bertemu atau melihat Anna. Karena tidak punya biaya untuk pulang ke Indonesia, Pak Ali menyarankan supaya melamar lewat pamannya yang ada di Cairo, yaitu Ustadz Mujab, dimana Azzam sudah sangat mengenal ustadz itu. Dengan niat penuh dia pun datang ke ustadz Mujab untuk mengkhitbah Anna Althafunnisa. Tapi ternyata lamaran itu ditolak atas dasar status. Karena S-1 Azzam yang tidak juga selesai, dan lebih dikenal karena jualan tempe dan baso. Selain itu, Anna telah dikhitbah lebih dulu oleh seorang pria yang alih-alih adalah Furqon, sahabat Azzam yang juga mahasiswa dari keluarga kaya yang juga cerdas dimana dalam waktu dekat akan menyelesaikan S-2 nya. Azzam bisa menerima alasan itu, meskipun hatinya cukup perih.

Tetapi kemudian Furqon mendapat musibah yang sangat menghancurkan harapan-harapan hidupnya. Hal tersebut membuatnya menghadapi dilemma antara ia harus tetap menikahi Anna yang telah dikhitbahnya, tetapi itu juga sekaligus akan dapat menghancurkan hidup Anna.
Sementara itu Ayyatul Husna, adik Azzam yang sering mengirim berita dari kampung, membawa kabar yang cukup meringankan hati Azzam. Agar Azzam tidak perlu lagi mengirim uang ke kampung dan lebih berkonsentrasi menyelesaikan kuliahnya. Karena selain Husna telah lulus kuliah di UNS, ia juga sudah bekerja sebagai Psikolog. Keahlian Husna dalam menulis sudah membuahkan hasil. Penghasilan Husna cukup dapat membiayai kebutuhan adiknya yang mengambil program D-3, serta adik bontotnya yang bernama Sarah yang masih mondok di Pesantren.

Azzam yang sudah sangat rindu dengan keluarganya memutuskan untuk serius dalam belajar, hingga akhirnya berhasil lulus. Azzam pun menepati janjinya ke keluarganya untuk kembali ke kampong dan segera mencari jodoh di sana, memenuhi amanat ibunya. Walaupun sebenarnya masih terbersit sedikit harapan untuk tetap mendapatkan hati Anna.

Dealova

Dealova adalah sebuah film drama yang diproduksi pada tahun 2005 oleh rumah produksi Flix Pictures. Skenario film ini ditulis oleh Hilman Hariwijaya yang diadaptasi dari novel teenlit (literatur remaja) best seller karya Dyan Nuranindya yang berjudul sama. Dibintangi oleh Evan Sanders, Ben Joshua, Jessica Iskandar, Doni Dealova.
Konflik dari cinta segitiga Dira, Karra, dan Ibel inilah yang menjadi hal dominan yang diekplorasi sutradara Dian W. Sasmita dalam "Dealova". Konflik ini diwarnai dengan konflik-konflik lain sebagai "pendukung" mulai dari pertengkaran Karra dengan sahabat karibnya Finta (Nagita Slavina), Karra dengan abangnya Iraz, hingga perkelahian Dira dengan kelompok Aji.
Film ini juga didukung dengan beberapa lagu dari Band Dealova, Once, Bunga Citra Lestari dll.

Sinopsis

Salah satu adegan film Dealova
Sentral cerita ini adalah seorang siswi cantik dari SMU Persada bernama Karra. Di sekolah, Karra dikenal sebagai sosok yang cukup pintar, nakal, dan jago basket. Sementara itu, di rumah, ia dikenal sebagai sosok yang manja sekaligus "cuek". Kehidupan di sekolah dan di rumah inilah yang membawa Karra masuk dalam kehidupan dua pria yakni Dira dan Ibel.
Dira yang jago basket pertama kali dikenal Karra di sekolah. Perkenalan mereka diawali dari sebuah lapangan basket. Sedangkan, Ibel yang jago gitar pertama kali dikenal Karra di rumah Karra. Ibel adalah teman kuliah sekaligus sahabat karib abang Karra, Iraz. Lewat karakter dan cara berbeda, Dira dan Ibel berusaha menyampaikan rasa kasihnya pada Karra.
Bagi Karra, Dira yang sering ketus, galak, dan kurang ajar seolah selalu ingin menyakiti dirinya ternyata lebih menarik perhatiannya ketimbang Ibel yang penuh perhatian dan senantiasa berupaya menyenangkannya. Tak heran, bila akhirya Dira dipilih Karra menjadi pacarnya. Untuk itu, Ibel pun harus berbesar hati terhadap pilihan Karra. Sayang, hubungan kasih Dira dan Karra tak melulu berjalan mulus. Pertengkaran kerapkali mewarnai hubungan mereka. Saat keduanya bertekad untuk lebih saling menyayangi dan tak lagi saling menyakiti, Karra harus menghadapi sebuah kenyataan pahit, Dira tergolek tanpa daya di sebuah rumah sakit. Ternyata, selam ini Dira mengidap penyakit kanker otak. Selama ini, Dira selalu ketus dan galak kepada orang karena dia sudah tidak punya semangat hidup lagi. Tapi sejak bertemu dengan Karra, Dira berubah dan memiliki semangat hidup kembali. Dira pun akhirnya meninggal.

Pemeran

Jessica Iskandar sebagai Karra
Ben Joshua sebagai Dira
Evan Sanders sebagai Ibel
Rizky Hanggono sebagai Iraz
Nagita Slavina sbagai Finta
Adwiya Pascahaja sebagai Aji
Julie Estele sebagai Amanda

Film Naga Bonar Jadi 2


Pada tahun 1987, sebuah film berjudul Nagabonar muncul dan langsung mendapat sambutan luar biasa. Skenario yang ditulis Asrul Sani sangat cerdas, patriotik. Warna nasionalisme yang sangat kental tidak mengganggu apresiasi penonton. Mungkin karena dulu pemerintah Orde Baru sangat getol mempropagandakan nasionalisme dan televisi hanya diisi acara-acara TVRI. Tahun 2007, sequel dari film ini dibuat dengan janji menawarkan semangat nasionalisme yang sama. Dan Deddy Mizwar, pemeran utama dalam film Nagabonar, kali ini bukan saja membintangi, tapi juga menyutradarainya. Dengan track record Deddy Mizwar yang belakangan ini membuat film-film dan sinetron Islami, sequel Nagabonar menjanjikan sebuah sajian yang bukan saja nasionalis, tapi juga agamis. Kekhawatiran bahwa sequel Nagabonar akan jadi sesuatu yang preachy pun tidak bisa dihindari. Setelah kami menontonnya, ternyata benar filmnya agamis dan nasionalis. Tapi kami juga salah. Film ini membuktikan bahwa dua hal tadi bukanlah hal yang membosankan. Nagabonar Jadi 2 adalah sebuah film yang cerdas, lucu, menyentuh, dan very very entertaining.

Mantan copet yang jadi jenderal perang Nagabonar (Deddy Mizwar) sudah tua dan dengan modal perkebunan kelapa sawit yang dimilikinya berhasil menyekolahkan anaknya, Bonaga (Tora Sudiro), sekolah di Inggris sampai lulus S2. Bonaga yang kini sudah jadi kontraktor sukses membawa bapaknya ke Jakarta. Segera, Nagabonar terlibat dalam sebuah adventure yang mengasyikkan, termasuk usahanya untuk menurunkan tangan patung Jenderal Sudirman supaya tidak lagi dalam posisi memberi hormat.

Kudos untuk penulis skenario Musfar Yasin yang juga menulis Kiamat Sudah Dekat dan Ketika. Kedua film itu juga sama cerdas dan menghiburnya, tapi terganjal oleh tata artistik yang lemah. Untungnya, Deddy berhasil menciptakan dunia yang modern di Nagabonar Jadi 2. Deddy Mizwar benar-benar bersinar di sini, demikian juga dengan para aktor pendukung, bahkan Wulan Guritno. Kami jadi sangat mencintainya.

Di akhir film, Deddy menggunakan hak suaranya untuk masalah nasionalisme. Walaupun penonton tidak harus setuju dengan pendapatnya, tapi dengan film dengan kualitas seperti ini, siapapun filmmakernya layak untuk didengar.

Pemain: DEDDY MIZWAR, TORA SUDIRO, WULAN GURITNO. LUKMAN SARDI, ULI HERDIANSYAH Sutradara: DEDDY MIZWAR Penulis: MUSFAR YASIN Produksi: PT GISELA CITRA SINEMA

 
Copyright 2009 Dwi Retno Kusherdini. All rights reserved.
Free WordPress Themes Presented by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy